gravatar

Kandungan dan Multimanfaat "Saffron"

SELAMA ini saffron banyak dikenal sebagai bumbu dapur yang membuat makanan bercitarasa khas. Sulitnya mendapatkan saffron serta harganya yang sangat mahal, membuat makanan ber-saffron ini hanya disantap oleh kalangan atas. Namun demikian, tak ada salahnya kita mengenal kandungan dan manfaat dari bumbu supermahal ini.

Kandungan "saffron"

Saffron memiliki lebih dari 150 komponen aroma yang volatile (mudah menguap) dan komponen nonvolatile. Sebagian dari komponen tersebut, termasuk kepada golongan karotenoid seperti zeaxanthin, lycopen, serta karoten. Warna saffron sendiri dikendalikan oleh turunan karotenoid jenis crocin. Misalnya saja, saffron kuning-merah komponen utama zat warnanya adalah alfa-crocin, dengan nama lengkap trans-crocetin di-(beta-D-gentiobiosyl)-ester atau nama IUPAC nya 8,8-diapo-8,8-carotenoic acid.

Crocin adalah golongan karotenoid hidrofil (senang air = bisa larut di air) yang merupakan monoglycosyl atau diglycosyl polyene ester dari crocetin. Crocetin sendiri merupakan bentuk konjugasi polyene dicarboxylic acid yang hidrofob (takut air = tak bisa larut di air) dan hanya bisa larut dalam minyak. Ketika crocetin teresterifikasi dengan dua gentibiosa yang larut di air (yakni gula), produk akhirnya menjadi larut di air. Pigmen warna crocin ini mengisi 10 persen dari massa saffron. Kelarutannya yang tinggi di dalam air menjadi sebab, mengapa saffron cukup baik untuk dipakai sebagai pewarna makanan.

Rasa saffron yang konon sedikit pahit, dikendalikan oleh zat kimia golongan glukosida yakni picrocrocin. Picrocrocin memiliki rumus kimia C16H26O7 dan nama sistematis 4-(beta-D-glucopyranosyloxy)-2,6,6-trimethylcyclohexa-1-ene-1-carboxaldehyde) merupakan gabungan subelemen aldehid yang dikenal sebagai safranal (2,6,6-trimethylcyclohexa-1,3-dien-1-carboxaldehide) dan karbohidrat. Picrocrocin adalah versi terpotongnya karotenoid zeaxanthin dan glikosida dari terpene aldehyde saffranal pada masa pembelahan oksidatif (zeaxanthin alami pada manusia ada di bagian retina mata).

Safranal mengendalikan aroma saffron karena berupa gas volatil. Saffranal juga mengandung senyawa insektisida yang banyaknya sekitar 4 persen dari masa saffron kering. Safranal kurang pahit dibandingkan dengan picrocrocin. Gas lain yang juga berperan dalam aroma saffron adalah 2-hydroxy-4,4,6-trimethyl-2,5-cyclohexadie-1-one dan banyak digambarkan sebagai aroma yang menyerupai jerami. Selain zat-zat di atas, saffron mengandung berbagai elemen penting seperti kalori (1 persen), lemak tak jenuh (0,01 persen), protein (0,02 persen), karbohidrat (0,11 persen), kalium, serta vitamin C.

Manfaat "saffron"

Selain sebagai bumbu dan pewarna berbagai resep makanan, saffron ternyata sejak zaman Yunani kuno sudah dipakai sebagai bahan baku minyak wangi, obat salep, potpourris, maskara, properti ritual keagamaan hingga untuk pengobatan luar dalam. Aulus Cornellius Celsus, seorang tabib saat itu, membuat resep obat untuk luka, batuk, sakit perut, hingga penyakit kulit memakai saffron.

Menurut catatan, ratu Mesir ternama, Cleopatra, senang menggunakannya di kamar dan kamar mandi, yang membuat suasana ruangan menjadi semerbak dan melankolis. Di Mesir juga, saffron digunakan sebagai obat berbagai penyakit. Sedangkan orang Persia banyak yang menganggap saffron sebagai aprodisiac (zat penambah gairah).

Dunia pengobatan modern menemukan fakta bahwa ternyata zat-zat yang dikandung saffron (karotenoid dan elemen-elemen lainnya) dapat menangkal radikal bebas (anticarcinogenic dan supresor kanker) penyebab sel kanker, zat pencegah mutasi gen (antimutagenic), immunomodulating, serta zat antioksidan.***

Nia Kurnianingsih, S.Si.Guru Sains, alumnus Dept. Biologi ITB.

gravatar

Ancaman Dalam Makanan

Penyakit yang berasal dari makanan (foodborne diseases, foodborne illness, atau foodborne poisoning) adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan penyakit yang berkaitan dengan menelan makanan yang mengandung mikroorganisme, zat kimia, atau racun. Berikut ini adalah beberapa mikroorganisme penyebab penyakit yang berasal dari makanan.

"Escherichia coli O157:H7"

Escherichia coli O157:H7 adalah salah satu strain E.coli yang memproduksi racun kuat yang dapat menyebabkan sakit berat. Bakteri ini pertama kali dikenali sebagai patogen pada manusia di tahun 1982 ketika terjadi kejangkitan hemorrhagic colitis setelah mengonsumsi hamburger. Penyakit ditandai dengan diare berdarah, dehidrasi, dan sakit perut berat.

Gejala awal muncul 2-8 hari (rata-rata 3-4 hari) setelah terpapar bakteri. Kadang-kadang infeksi menyebabkan diare tak berdarah, sedikit atau tanpa demam, atau tanpa gejala. Pada beberapa orang, khususnya anak-anak di bawah umur lima tahun dan lansia, dapat terjadi komplikasi yang disebut hemolytic uremic syndrome (HUS) yang ditandai dengan kerusakan sel darah merah dan gagal ginjal. Komplikasi lain yang berkaitan dengan HUS adalah koma, stroke, perforasi usus, pankreatitis, dan hipertensi, dan implikasi jangka panjang seperti kebutaan dan kelumpuhan.

"Salmonella"

Infeksi oleh bakteri Salmonella menyebabkan salmonellosis yang ditandai dengan diare, demam, dan sakit perut 12-72 jam setelah infeksi. Pada beberapa orang, diarenya bisa berat sehingga harus diopname. Pada pasien ini, infeksi telah menyebar dari usus ke aliran darah, dan kemudian ke bagian tubuh lainnya dan dapat menyebabkan kematian kecuali jika dirawat dengan baik dengan pemberian antibiotik.

Salmonella typhi menyebabkan demam tifoid. Penderita membawa bakteri ini dalam saluran darah dan saluran pencernaan. Beberapa orang menjadi carrier (pembawa) yaitu orang tersebut telah sembuh dari demam, namun terus membawa-bawa bakteri. Sekali S. typhi tertelan, mereka berkembang biak dan menyebar ke dalam aliran darah. Tubuh bereaksi berupa demam dan gejala-gejala lainnya.

"Shigella"

Shigellosis adalah infeksi yang disebabkan sekelompok bakteri yang disebut Shigella dengan gejala-gejala diare, demam, dan sakit perut 1-2 hari setelah terpapar. Pada beberapa orang diarenya bisa sangat berat sehingga harus diopname. Sebagian orang yang terinfeksi Shigellla flexneri akan menderita sakit sendi, iritasi mata, dan kencing sakit yang disebut sindrom Reiter yang dapat berlangsung bulanan atau tahunan dan bisa berlanjut dengan arthritis kronis yang susah diobati.

"Vibrio cholerae"

Kolera adalah penyakit diare akut yang disebabkan infeksi usus oleh bakteri Vibrio cholerae. Gejalanya bisa ringan, berat, atau tanpa gejala. Pada infeksi yang parah terjadi diare berat, muntah, dan kram kaki. Pada penderita seperti ini, cairan tubuh yang hilang dengan cepat akan menyebabkan dehidrasi dan shock. Tanpa pengobatan, kematian bisa terjadi.***

Akhmad Taufik, S.T.P.Alumnus Teknologi Pangan Universitas Padjadjaran.

gravatar

Ketika Makanan Beracun Tertelan

Banyak kasus-kasus keracunan makanan yang dilaporkan media massa seperti yang sering kita dengar atau baca. Namun, banyak pula kasus-kasus keracunan makanan yang tidak terungkap atau tidak terlaporkan karena gejala-gejala yang timbul ringan dan bisa sembuh dengan cepat.
Harus dibedakan antara keracunan makanan (food intoxication) dengan penyakit infeksi yang ditularkan melalui makanan (foodborne infection).

Pada keracunan makanan, gejala-gejala terjadi karena bahan beracun (misalnya racun tanaman/hewan, pestisida, logam berat, toksin mikroba) ikut tertelan bersama dengan makanan. Sementara itu, penyakit yang ditularkan melalui makanan, yang umumnya berupa penyakit infeksi, bibit penyakit (misalnya bakteri, virus, dan parasit) tertelan bersama dengan makanan dan penyakit timbul oleh bibit penyakit tersebut.

Pada penyakit keracunan makanan, umumnya gejala-gejala terjadi tak lama atau segera setelah menelan makanan yang tercemar bahan beracun. Gejala-gejalanya bergantung pada jenis dan jumlah racun yang termakan, yang utamanya bersangkutan dengan sistem pencernaan seperti mual, muntah, sakit dan melilit di daerah perut, dan diare. Banyak juga racun yang menyerang susunan saraf sehingga terjadi rangsangan saraf seperti tegang otot dan kejang-kejang atau sebaliknya, otot-otot lemas kurang tenaga bahkan sampai lumpuh. Penderita dapat menunjukkan kondisi mengantuk sampai pingsan (koma). Kematian sering terjadi karena hambatan pernapasan atau hambatan kerja jantung.

Pada penyakit infeksi yang ditularkan melalui makanan, gejala-gejala mulai timbul berselang lebih lama setelah mengonsumsi makanan yang tercemar bibit penyakit. Lamanya bergantung pada periode inkubasi (masa antara pertama terpapar sampai munculnya gejala) jenis penyakit infeksinya. Gejala-gejala infeksi kemudian timbul seperti suhu naik, merasa sakit, atau gangguan fungsi organ. Di sini pun sebagian besar penyakit menyangkut saluran pencernaan, tetapi dapat pula menimbulkan gejala-gejala di luar sistem saluran pencernaan.

Sumber racun

Bahan yang bersifat racun dapat terbawa ke dalam makanan karena racun tersebut secara alami memang terkandung dalam bahan makanan atau karena terjadi pencemaran. Racun biru atau sianida (HCN), misalnya, secara alami terdapat pada singkong atau asam jengkol pada jengkol. Racun dari luar mencemari makanan bisa terjadi karena keteledoran (tidak disengaja) atau disengaja (tindakan kriminal). Keracunan karena keteledoran sering terjadi pada penggunaan racun serangga (insektisida) di rumah tangga atau dalam produksi pertanian.

Dalam tindakan kriminal, racun ditambahkan pada makanan untuk memberikan efek akut yaitu membunuh dengan cepat atau untuk merusak kesehatan secara perlahan dalam jangka waktu tahunan. Racun yang terkenal misalnya arsenik. Pencemaran makanan oleh racun juga dapat terjadi oleh adanya mikroba yang menghasilkan racun. Contoh yang terkenal adalah Clostridium botulinum yang mencemari makanan kalengan dan menghasilkan racun neurotoksin yang menyerang susunan syaraf yang dapat berakibat fatal karena menyebabkan kelumpuhan pada leher dan tenggorokan sehingga sukar menelan dan bernapas.

Perawatan keracunan makanan

Kalau seseorang atau sekelompok orang mengalami mual, muntah yang disertai sakit perut dan diare tak lama setelah mengonsumsi suatu makanan, ada kemungkinan telah terjadi keracunan makanan. Kalau tidak ada kontraindikasi, harus diusahakan agar sebanyak mungkin makanan yang telah tertelan itu dimuntahkan kembali. Dapat pula diberi cairan garam fisiologis hangat untuk membilasnya, larutan yang diberi Bicarbonas natricus juga digunakan sebagai pembilas.

Untuk menetralkan sisa racun yang tidak dimuntahkan dan belum diserap melalui dinding usus dapat diberikan norit atau susu hangat. Usahakan untuk mendapatkan sampel muntahan dan makanan sisa konsumsi untuk dikirim ke laboratorium dan diperikasa racun yang mungkin menjadi penyebabnya.

Ketika korban dibawa ke dokter atau unit gawat darurat, sejumlah pemeriksaan akan dilakukan seperti pengukuran tekanan darah, denyut nadi, dan suhu tubuh. Pemeriksaan fisik juga dilakukan untuk melihat tanda-tanda atau gejala-gejala luar dari penyakit. Dokter akan menilai seberapa terdehidrasi si korban dan memeriksa area perut untuk memastikan penyakitnya tidak serius. Pemeriksaan dubur mungkin diperlukan yaitu dengan memasukkan jari yang diberi pelumas dan bersarung tangan ke dubur korban.

Sampel berak atau muntahan diambil untuk diuji di laboratorium untuk menemukan racun apa yang menyebabkan penyakit. Sampel urin digunakan untuk menilai tingkat dehidrasi dan kemungkinan kerusakan ginjal. Tes darah mungkin dilakukan untuk menentukan seberapa serius penyakitnya. Rontgen atau CT scan juga mungkin dilakukan jika dokter menduga gejala-gejala yang timbul mungkin disebabkan oleh penyakit lain.

Perawatan utama keracunan makanan adalah dengan mengembalikan cairan tubuh (drehidrasi) misalnya dengan banyak minum. Korban diberi obat-obat yang mengurangi gejala-gejala akutnya, kemudian diberi antidoticum (penangkal racun) terhadap racun yang telah ditelan.

Kalau dampak racun telah terlalu lama dan berat, sering kali upaya pengobatan ini tidak berhasil. Untuk racun-racun tertentu seperti racun jamur, racun bongkrek,dan pestisida, angka kematiannya cukup tinggi. Keracunan-keracunan yang serius akan membutuhkan perawatan intensif di rumah sakit.***

Akhmad Taufik, S.T.P.Alumnus Teknologi Pangan Universitas Padjadjaran.